DIBALIK senyum ramah dan pelayanan penuh dedikasi di RSUD Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), tersembunyi jeritan pilu dari para tenaga kesehatan yang sejak November 2024 belum juga menerima hak mereka.
Jasa pelayanan yang semestinya menjadi bentuk penghargaan atas kerja keras mereka, kini mengendap tanpa kejelasan. Enam bulan sudah mereka menanti, namun yang datang hanya diam dan janji.
Ironisnya, dalam kondisi ini mereka tetap dituntut hadir, tetap dituntut memberikan pelayanan terbaik, tetap harus bersikap manusiawi kepada pasien. Padahal, mereka sendiri diperlakukan jauh dari kata manusiawi.
Setiap hari mereka harus mencari cara untuk sampai ke rumah sakit—ada yang berutang untuk beli bensin, ada yang harus membayar ojek atau bentor demi bisa tiba tepat waktu. Mereka meninggalkan anak dan orang tua di rumah yang juga membutuhkan makan, perhatian, dan perlindungan. Tapi siapa yang peduli?
Tak sedikit dari mereka kini terjerat utang sana-sini, hanya untuk bertahan hidup. Dikejar-kejar pemberi pinjaman, sementara pihak yang bertanggung jawab justru menghilang dalam senyap. Apakah mereka harus mogok kerja dulu baru didengar?
Ini bukan hanya persoalan administratif. Ini tentang harga diri, tentang keadilan yang dilukai. Tenaga kesehatan bukan relawan tanpa batas. Mereka punya keluarga, kebutuhan, dan hak yang harus dipenuhi. Sudah cukup mereka berkorban saat pandemi, kini saatnya mereka mendapatkan perlakuan yang layak.
Kepada Pemda Bolmut dan manajemen RSUD, jangan lagi menutup mata. Segera bayarkan jasa nakes yang tertunda. Jangan biarkan para pejuang kesehatan ini terus hidup dalam tekanan dan ketidakpastian. Sebab tanpa mereka, sistem kesehatan kita hanya akan menjadi gedung kosong tanpa jiwa. (***)