Detotabuan.con,BOLMUT – Kasus dugaan tindak pidana korupsi tunjangan kesejahteraan yang menyeret unsur pimpinan DPRD Bolaang Mongondow Utara (Boltara) periode 2019–2024 yang ditangani Kejari Bolmut dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 1,1 Miliar kembali disorot.
Ketua lembaga swadaya masyarakat Ketua LSM Gabungan Lembaga Anti Korupsi (Galaksi) Sulawesi Utara (Sulut) Rheinal Mokodompis menegaskan, bahwa pengembalian dana yang telah dilakukan, merupakan bukti telah terjadi penyimpangan. Maka proses hukum tidak boleh berhenti hanya karena kerugian negara telah dikembalikan.
“Walaupun Kejari Bolmut telah menerima pengembalian dana kerugian negara tersebut namun bukan berarti akhir dari proses hukum yang saat ini sementara berjalan,” jelas Rheinal Mokodompis, Rabu (2/7/25)
Dimana dana tersebut kata Rheinal cukup fantastis dan upaya restorativ terkesan tidak adil jika dibandingkan kasus-kasus lainnya yang mengorbankan ASN Boltara sampai dilakukan tindakan PTDH.
“Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas, bahwa Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana,” terangnya
LSM Galaksi lanjut Rheinal siap menguji dengan upaya hukum lain jika hasil keputusan dari Kejari Boltara menghentikan kasus tersebut.
“Jika ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk ke depan. Pejabat tinggal kembalikan uang, lalu bebas dari jerat hukum. Ini sangat merusak,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, Oktafian Syah Effendi, S.H., M.H.,menyampaikan, bahwa kasus ini bisa dihentikan berdasarkan surat edaran jaksa agung muda pidana kusus dengan nomor 765 tahun 2018 disana ada poin-poinnya.
“Karenakan Ini baru tahapan penyelidikan, tugas kita menemukan apakah ada ungsur pidana atau tidak.Jadi tidak yang di utamakan dalam penanganan korupsi ini adalah pengembalian kerugian negara,” ungkapnya saat ditemui sejumlah awak media diruang PTSP, Rabu (2/7/2025).
Lebih lanjut kata dia, Pengembalian dana adalah bentuk tanggung jawab dan selama ini mereka komparatif setiap pemangilan mereka datang.
“Dalam surat edaran tidak bisa dikembalikan langsung dihentikan, ada syarat-syaratnya.sarat-saratnya seperti mengangu stabilitas pemerintahan,” jelasnya
Poin 4 itu kata Oktafian jelas bersikap kooperatif dan telah mengembalikan semua kerugian negara maka dapat dipertimbangkan proses hukumnya, Denga memperhatikan stabilitas roda pemerintahan setempat dan kelancaran pembangunan nasional.
Terkait kasus ini, ia pun mengatakan Proses akan terus berjalan jika ada perintah lebih lanjut dari pimpinan di tingkat yang lebih tinggi.
Ia juga memastikan bahwa kasus ini telah dimonitor oleh pimpinan Kejaksaan di pusat dsmikian juga prosesnya telah dilakukan secara transparan dan akuntabel, tanpa intervensi pihak mana pun.
Diketahui, kasus ini dimulai berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: 447/P.1.19/Fd.1/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024.
Dalam temuan jaksa, para pimpinan DPRD Periode 2020-2024 diduga menerima dua hak keuangan sekaligus, yakni Tunjangan perumahan, karena Pemkab Bolaang Mongondow Utara tidak menyediakan rumah dinas, namun juga menikmati belanja rumah tangga, yang semestinya hanya berlaku jika menempati rumah dinas.
Menurut Rgeinal, ini jelas pelanggaran. Mereka tidak menempati rumah dinas, tapi menerima tunjangan perumahan dan sekaligus belanja rumah tangga. Itu hak yang tumpang tindih dan melanggar aturan.