Identifikasi Wilayah Jelajahnya, Burung Maleo di Pusat Penelitian Maleo Tambun Diberi Tanda

0
418
Proses Penandaan Burung Maleo Sebelum Dilepasliarkan (Foto:Istimewa)

BOLMONG,DETOTABUAN.COM–Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW) bersama Enhancing The Protected Area System in Sulawesi (EPASS) dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, berhasil melakukan penandaan pada burung Maleo di Pusat Penelitian Maleo (Sanctuary Maleo) Tambun, Kabupaten Bolmong, Sabtu (22/6).

Penandaan itu dilakukan untuk mengetahui wilayah jelajah satwa tersebut, dan merupakan salah satu dari penelitian burung Maleo di Lansekap Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW).

Kepala BTNBNW drh. Supriyanto, dalam rilisnya mengatakan, tiga tahun yang lalu, BTNBNW telah membangun Sanctuary Maleo Tambun sekaligus sebagai Pusat Penelitian Maleo. Sebelumnya anakan maleo yang menetas di bak penetasan semi alami langsung dilepasliarkan.

“Namun semenjak ada pembangunan Sanctuary Maleo, beberapa maleo dibesarkan dalam kandang pembesaran. Saat ini maleo generasi pertama yang ada di kandang sudah beranjak dewasa dan akan dilepasliarkan ke alam. Untuk mengetahui wilayah jelajah dari Maleo, maka sebelum dilepasliarkan, dilakukan penandaan (bird banding) terlebih dahulu,” jelasnya.

Ign Pramana Yuda, PhD., peneliti dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta sekaligus Presiden Indonesian Ornitologist Union yang melakukan banding pada hari tersebut menambahkan, dilakukan bird banding pada lima ekor burung Maleo dewasa dengan memasang cincin penanda (ring bird) yang terbuat dari campuran alloy dan nikel.

“Cincin tersebut diperoleh dari LIPI, dan bernomor seri Indonesian Bird Banding Scheme (IBBS). Dengan adanya cincin ini, petugas atau staf lapangan yang melihat tanda tersebut dapat mengenali bahwa individu tersebut dari Tambun,” ucap dia.

Lokasi-lokasi di mana individu Maleo yang di-banding terlihat oleh staf lapangan dapat dipetakan, dan dapat mengetahui wilayah jelajah dari burung ini. Sebelum pemasangan cincin, dilakukan pengukuran morfometrik pada masing-masing burung Maleo tersebut.

Data ini nantinya akan dimasukkan dalam database nasional burung yang dikelola oleh LIPI. Pengambilan sampel darah juga dilakukan untuk uji kesehatan Maleo, khususnya penyakit parasit darah.

Sementara itu, Elisabet Purastuti, Field Coordinator EPASS Bogani Nani Wartabone menambahkan, serangkaian kegiatan ini dimulai pada dini hari, di mana Maleo masih muda untuk ditangkap dan langsung dilakukan pengurukan morfometrik, banding, dan pengambilan sampel darah.

“Ya, hal ini untuk mengurangi stres pada individu Maleo. Sedangkan uji tes sampel darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Hewan Manado, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara. Hasil laboratoium menyatakan bahwa semua sampel hasilnya negatif atau semua maleo bebas dari parasite darah. Sehingga maleo ini siap untuk dilepasliarkan ke alam,” ungkap Elisabet.

Diketahui, Maleo adalah burung endemik Sulawesi yang dilindungi dan habitatnya banyak berkurang karena perubahan penggunaan lahan di lokasi peneluran Maleo.

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah salah satu habitat terbesar dan penting bagi Maleo. Oleh karena itu penelitian yang dapat menunjang konservasi maleo sangat diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup satwa ini. (Ind)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.