Rintihan Korban Sindikat Penjualan Ginjal

0
508

HUKRIM, DETOTABUAN.COM-“Mendingan enggak punya tangan satu dari pada satu ginjal hilang selamanya,” ucap Edi Midun (39), salah satu korban sindikat penjualan organ tubuh manusia.

Pria berkumis ini mengangkat kaus biru lengan pendek. Dia menunjukkan bekas jahitan operasi di bagian perut.

“Nyesal jual ginjal,” ucap Edi di ruang tamu rumahnya, Kampung Pangkalan, Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Jumat 29 Januari 2016.

“Ya mau bagaimana lagi, sekarang ginjal saya tinggal satu,” ujarnya menambahkan.

Bapak empat anak ini sulit melupakan kisah getir sewaktu masa sulit pada 2014 silam. Utang sana sini menumpuk. Lantaran minim pemahaman soal hukum, Edi terjerumus mengkomersilkan ginjalnya melalui peran sindikat.

Bujuk rayu serta iming-iming uang berlimpah membuat Edi khilaf bahwa aksi nekatnya jual ginjal merupakan tindakan keliru. Dia hanya dibayar Rp 70 juta.

“Waktu itu saya kalut, soalnya butuh uang buat bayar utang sebanyak Rp 35 juta rupiah,” ujar pria kurus ini.

Awalnya sang istri geram mendengar Edi hendak menjual ginjal via perantara AG. Waktu bergulir, keputusan Edi ingin melepas organ tubuhnya itu akhirnya mendapat restu istri.

AG selama ini dikenal sejumlah warga sebagai perekrut orang-orang yang berniat jual ginjal. Edi melihat sahabatnya tersebut berubah drastis secara ekonomi setelah mengetahui pernah jual ginjal.

“AG itu cuma tukang rongsok dan sopir, tiba-tiba beli mobil. Dia (AG) ngomong bisa begitu karena menjual ginjal dan mengajak korbannya berbuat serupa. Dulu pernah dia membujuk saya agar mau jual ginjal,” kata Edi yang saban hari bekerja menjadi sopir angkutan barang.

Singkat cerita, Edi masuk ruang operasi salah satu rumah sakit terkemuka di Jakarta Pusat pada Oktober 2014 silam. Ginjal Edi sekejap berpindah ke tubuh pria tak dikenal berusia sekitar 30 tahun. Entah berapa harga sebenarnya ginjal milik Edi yang dibeli pasien tersebut.

“Sudah banyak korban seperti saya yang terjerumus rayuan AG. Enggak tahu pasti jumlah korbannya,” ucap Edi sambil mengingat tiga nama yang jadi korban AG.

Belajar dari pengalaman, dia meminta masyarakat berniat menjual ginjal agar berpikir ulang. “Kalau ekonomi lagi susah, terus banyak utang, saya imbau jangan mau jual ginjal,” ujar Edi.

Teman satu desa di lingkungan tempat tinggal Edi yaitu Ifan Sofyan (18) turut menjadi korban. “Faktor ekonomi dan utang membuat saya terpaksa jual ginjal,” ucap Ifan di rumah kontrakannya, Kampung Simpang, Desa Wangisagara, Kabupaten Majalaya, Kabupaten Bandung.

Ifan menerima uang sebanyak Rp 75 juta setelah ginjalnya dibeli seorang pembali via sindikat perdagangan organ tubuh. “Tentu saja sangat menyesal satu ginjal ini dijual kepada orang lain,” kata bapak satu anak ini.

Sepasang mata lulusan SD ini berkaca-kaca. Mimiknya sedih. Ifan menarik kaus, lalu memperlihatkan bekas jahitan operasi.

“Saya enggak tahu adanya aturan yang melarang jual organ tubuh manusia,” ujarnya.

“Saya berpesan, kalau lagi kesusahan, cobalah berpikir jernih. Jangan sampai memutuskan menjual ginjal ke orang lain. Saya kapok, sekarang setelah punya ginjal satu, saya gampak lelah,” tutur Ifan.

Bareskrim Mabes Polri membongkar sindikat perdagangan organ tubuh manusia yang bermarkas di Bandung. Tiga tersangka, AG, DD dan HS, sudah diamankan polisi berkaitan kasus transplantasiginjal ilegal.

Hasil sementara penyidikan polisi,HS mengajak atau menawarkan kepada AG dan DD untuk merekrut calon korban. Sebagai imbalannya, HS menjanjikan uang sebesar Rp 10 juta perkorban.(dc)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.