Erotisme para Lelaki Pemuja ‘Raja Hutan’

refleksi atas Simpit dan Sensualitas penutur ‘Antah Berantah’

0
536
Penulis : Parindo Potabuga
(Lahir di Tobayagan-Pinolosian, Tumbuh besar di Wangga Baru-Dumoga, Berdotu di Tabang-Kotamobagu Selatan).
SYAHDAN, Kekhalifaan Turki Utsmani, mengalami puncak kejayaannya pada 1520 hingga 1566, ketika Sultan Sulaiman I, menjadi khalifah ke-10.
Kehebatan Sulaiman, membuat orang Barat menjuluknya: Suleyman the Magnificent (Sulaiman yang Luar Biasa). Karena di abad ke enambelas itu, kekuasaan dan pengaruh politiknya, ekonominya, militernya, tembus Eropa.
Di kalangan Muslim, ia berjuluk Sulaiman al-Qanuni. Lantaran prestasinya merumus ulang dan menerapkan Undang-Undang Utsmani.
Fiksionalisasi sejarah lewat Novel Harem (istana Turki Utsmani) ditulis Colin Falconer ini, adalah cerita seputar intrik dan persaingan antara Hurrem dan Gulbehar; isteri kedua dan isteri pertama Sulaiman, dalam merebut pengaruh Sulaiman.
Hurrem digambarkan wanita yang ambisius, penuh dendam, cerdik, licik dan culas dalam mengatur plot-plot demi melancarkan rencananya dalam melenyapkan satu per satu orang yang menghalangi jalannya menuju orang nomor satu dalam kehidupan Sulaiman. Dan demi menempatkan putranya, Selim untuk menduduki kursi putra mahkota, menggeser Mustafa, putra dari Gulbehar.
Sementara Gulbehar digambarkan sebagai sosok yang tenang, kalem dan cenderung nrimo atas segala kehendak Sulaiman atas dirinya dan putranya.
*****
Kisah Harem, dari latar dan subjeknya berbeda dengan Erotisme para Lelaki Pemuja ‘Raja Hutan’, refleksi atas Simpit dan Sensualitas penutur ‘Antah Berantah’; judul dan sub dari tulisan ini.
Tidak sama, terutama karena intrik dan sensualitas mewarnai Harem, dilakoni para wanita; Hurrem dan Gulbehar.
Yang sama adalah hasrat (maaf; tidak secara seksual), pada Erotisme para Lelaki Pemuja ‘Raja Hutan’ serta Harem—dalam mempengaruhi Raja.
Jika Raja di Harem adalah Sulaiman, siapa raja dimaksud dalam tulisan ini?. Sebutlah, ‘Raja Hutan’. Dan para lelaki pemujanya adalah penutur ‘Antah Berantah’.
Baiklah, kita mulai dari Simpit—Mongondow: orang (anak-anak atau dewasa) yang suka menyela, mengomentari pembicaraan yang ujung pangkalnya tak dikhususkan untuknya).
Berkelindan Simpit yang lebih familiar di Mongondow; mulai dari PAUD dan seterusnya, ‘Pulod Patolot’, Kuliahan hingga Lansia. Tiba-tiba muncul Padul, pemadanan super keliru yang entah menyohor dari rumah kopi paka-paka ombak, dan perumpamaan kacau tokoh fiksi Kurcaci (berperawakan bonsai)—sering digambarkan suka menolong; berbudi pekerti luhur—dengan kalap digunakan menyenggol orang yang distempel kepo.
Sejatinya, Kurcaci dan rumahnyalah yang acap ‘diganggu’. Dan walau diganggu tak menyurut tokoh fiktif ini terus menolong, pun kepada si pengganggunya. Miris tak terperikan perumpamaan kacau itu!.
Sensualitas para penutur ‘Antah Berantah’ ini makin liar. Laksana penari dan pesinden, kombinasi gerak, suara, dan tuturannya seolah hendak mencapai keindahan erotik.
Dua hal sekaligus hendak dicapai gaya erotika itu. Pertama, unjuk diri ala Hurrem menarik perhatian Sulaiman. Kedua, Gulbehar yang siap menerima kehendak apapun dari Sulaiman.
Konklusinya, dorongan kuat hasrat para lelaki pemuja itu telah membuai ‘Raja’ Hutan’ tak sadar sudah di pinggir jurang; bui.(#)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.