KOTAMOBAGU,DETOTABUAN.COM – Wawan Pomalato, salah satu staf teknis yang bertugas di Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Bolmong, memberikan klarifikasi atas pemberitaan sebelumnya terkait keluhan salah satu warga bernama Lindri Gumalangit ketika mengambil kantong darah di PMI, Selasa (19/7) tadi malam.
Menurut Wawan, apa yang tertulis dalam pemberitaan sebelumnya, tidak sepenuhnya benar. “Soal statement terakhir yang ditulis di media online detotabuan.com perlu diluruskan, yang ana’ (Saya) bilang itu hanya sebatas analogi, seandainya itu darah isi di tas kresek (Tas Plastik), tentu depe harga (harganya) senilai tas kresek, itu saya analogikan secara sederhana, karena pasien rupanya kurang paham,” kata Wawan saat dihubungi redaksi detotabuan.com via seluler, Rabu (20/7) siang tadi.
Sementara kata dia, soal biaya Rp 300 ribu, itu adalah ketentuan yang diatur dalam Statuta UTD PMI Pusat. “Jadi yang dilayani gratis hanya pemegang kartu BPJS atau KIS yang pasiennya dirawat di Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS.”
Senada disampaikan Wakil Ketua Bidang Penanggulangan Bencana PMI Sulut, M Firasat Mokodompit SE, ia membenarkan adanya service cost pengambilan kantong darah sebesar Rp 300 ribu bagi pasien umum (Bukan pemegang kartu BPJS/KIS), apalagi yang dirawat di Rumah Sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS.
“Jadi, service cost itu untuk Pengganti Biaya Laboratorium, Kantong darah, Regent, biaya operasional UTD yang kerja 24 jam ditambah biaya administrasi, kalau mengikuti secara nasional harusnya Rp 360 ribu, kendati demikian, dalam implementasinya PMI Bolmong baru terapkan Rp 250 hingga Rp 300 ribu, itu artinya masih dibawah standar nasional,” ujar Mokodompit.
Ia menegaskan, biaya tersebut bukan untuk bayar darah, akan tetapi service cost 8 komponen yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena sebelum darah diserahkan ke pasien, harus melalui uji laboratorium.
“Nah, kalau mau dilayani secara gratis, maka pasien harus memegang Kartu BPJS/KIS serta dirawat dirumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS, kalau pasiennya dirawat di rumah sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS, maka yang bersangkutan memang harus bayar,” pungkas Mokodompit.