KOTAMOBAGU,DETOTABUAN.COM – Oknum karyawan yang mengaku sebagai Koordinator Suzuki Finance yang enggan menyebutkan nama lengkapnya, diduga kuat melecehkan kerja sejumlah wartawan yang mendatangi kantor Suzuki Finance di Kelurahan Mongkonai Kecamatan Kotamobagu Barat, Rabu (16/10/2019) kemarin.
Padahal, maksud dari sejumlah wartawan tersebut untuk mengkonfimasi terkait Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait penarikan Unit kendaraan bermotor yang dilaporkan oleh salah satu nasabah di Polres Kotamobagu.
Namun sangat disayangkan sikap dari karyawan Suzuki Finance itu kepada wartawan tidak baik dan seperti melecehkan kerja wartawan, bahkan oknum karyawan itu mengatakan bahwa pihaknya tidak ada urusan dengan wartawan serta meminta wartawan segera keluar dari ruangan kantor.
” Pihak kami tidak ada urusan dengan, wartawan kami tidak perlu untuk memberikan konfirmasi apapun mengenai SOP penarikan kendaraan,” ujar pria yang mengaku dirinya koordinator kantor.
Terkait kejadian itu, Ketua Komunitas Wartawan Kotamobagu (Kawan Kota) Kano Tontolawa, mengecam tindakan Suzuki Finance yang tidak koperaktif kepada kerja wartawan.
Menurutnya oknum karyawan Finance tersebut sudah melanggar Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999, yakni tentang siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka sipelaku tersebut dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp 500 juta rupiah.
” Saya miminta kepada pihak Suzuki Finance untuk segera meminta maaf kepada seluruh wartawan. Sebelum masalah ini kami proses secara hukum,” kata Wartawan SKH Koran Manado.
Menurutnya, dalam ketentuan pidana ini diatur dalam Undang-undang Pers pasal 18, yang mengatakan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalangi informasi pers, sebagaimana dalam ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 terkait menghalang – halangi upaya media mencari dan mengolah data informasi, dapat dipidana dalam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
(*/Tio)