JAKARTA – PT. Pertamina (Persero) mulai bulan Juni nanti, akan menerapkan sistem pembayaran non tunai (cashless) untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Cara ini paralel dengan digitalisasi pipa pengisian (nozzle) yang dipasang di SPBU Pertamina, dengan tujuan memantau kepastian stok dan distribusi BBM, agar tak menyimpang.
Kepastian informasi itu diungkap Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fansurullah Asa, kepada sejumlah awak media.
“Sudah seperti yang saya sampaikan di hadapan Komisi VII DPR kemarin. Menteri ESDM, Dirut Pertamina, Dirut Telkom sudah menegaskan komitmennya, sistem digitalisasi dan cashless transaksi itu mulai diberlakukan efektif Juni 2020,” papar dia.
Sistem pembayaran non tunai melalui pemasangan digitalisasi nozzle itu kata dia, ditargetkan menyasar ke 5.518 SPBU di seluruh Indonesia. Hingga 10 Februari peranti Automatic Tank Gauge (ATG) sudah dipasang pada 4.062 SPBU.
Kemudian Electronic
Data Capture terpasang di 2.919 SPBU dan 1.138 SPBU sudah mampu mencatat nomor polisi kendaraan secara manual menggunakan EDC, dan dengan data itu kebutuhan stok BBM pada waktu berikutnya bisa dihitung dengan pasti.
“Untuk masyarakat yang ingin melakukan pembayaran non tunai bisa memasang aplikasi MyPertamina terlebih dahulu yang terdapat di Google Playstore atau Apple iStore. Konsumen juga harus memasang aplikasi LinkAja! dan mengisi saldonya sesuai kebutuhan,” terangnya.
Menurutnya, LinkAja!, merupakan hasil penggabungan dari TCash milik Telkomsel dengan uang elektronik milik bank-bank BUMN.
“Untuk penggunaanya konsumen cukup menunjukan scan barcode pada aplikasi LinkAja! ke kasir atau petugas SPBU yang meng-capture barcode tersebut dan saldo akan terkurang sesuai dengan besaran nilai transaksi,” jelasmya.
Tujuan diterapkannya sistem nontunai ini, lanjutnya, antara lain untuk mengakomodir perubahan gaya hidup digital dari konsumen yang banyak menggunakan transaksi nontunai. Selain aplikasi LinkAja! dan kartu debit, nantinya juga bisa digunakan kartu uang elektronik dan kartu kredit.
“Sistem transaksi seperti ini diklaim bakal mengurangi terjadinya penyimpangan distribusi bahan bakar, khususnya yang bersubsidi. Pasalnya, seperti dikatakan Fansurullah Asa, sepanjang tahun 2019 kemarin, BPH Migas menemukan 404 kasus penyelewengan BBM bersubsidi,” pungkasnya.
(**)