BOLMONG,DETOTABUAN.COM – Ketua DPRD Bolmong Welty Komaling, kembali memberikan klarifikasi, terkait tudingan dia tak mau menandatangani persetujuan Ranperda APBD 2018, hanya gara-gara usulan kendaraan dinas DB 3 yang tak terakomodir.
“Itukan (Kendis) sifatnya usulan, ketika tak diterima dengan alasan tidak tertuang dalam RKPD dan kondisi keuangan daerah yang tidak memadai, tidak jadi persoalan buat saya, kan yang diusulkan DB 3 plat merah bukan plat hitam, bukan juga milik Welty Komaling tapi milik pemerintah daerah,” ungkapnya, saat menghubungi detotabuan.com, Jumat (1/12) tadi malam.
Politisi PDIP itu menegaskan, kalaupun dirinya menginginkan pergantian Kendis Baru, sebenarnya usulan itu sudah disetujui Bupati. Hanya saja, ketika melihat kondisi keuangan daerah, ia tak mau memaksakan.
“Kalau saya mau, sebenarnya sudah disetujui ibu Bupati, bahkan ibu Bupati menawarkan kalau boleh Alpard, tapi saya yang menolak, lagian yang diusulkan bukan hanya DB 3 nya Ketua DPRD, namun dengan DB 7 milik pak Kamran dan DB 8 milik Abdul Kadir Mangkat,” bebernya.
Ia justru menduga, opini yang digulir ini, adalah upaya untuk menutupi kebobrokan pembahasan APBD 2018.
“Keputusan saya tak mau menandatangani nota RAPBD 2018 bukan karena itu (Kendis), namun karena proses pembahasan APBD yang tak lazim. Selain itu karena saya tidak dilibatkan dalam proses pembahasan. Padahal, saya tidak pernah mendelegasikan tugas saya kepada siapapun termasuk kepada Insinyur Kamran Muchtar, kalau ada yang bilang saya mendelegasikan, saya minta buktinya,” tantang Welty.
Selaku Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar, ia mengaku tidak dihargai sama sekali, bahkan kewenangannya sebagai koordinator Komisi 1 dirampas. “Masak disuruh menandatangani, sementara saya tidak dilibatkan dalam pembahasan urgen dan sangat prinsip, saya hanya dilibatkan pada pembahasan tahap I, namun 4 tahapan selanjutnya tidak lagi,” kata dia.
Sementara ia melihat ada perubahan drastis dalam angka defisit, dimana dari 16 miliar tiba-tiba menjadi 8 miliar, tanpa pemberitahuan kepada dirinya selaku ketua Banggar. Dan yang lebih sadis kata Welty, pembahasan APBD kurang lebih 1 Triliun itu, hanya diselesaikan dalam waktu 1 hari.
“Bayangkan, APBD kurang lebih 1 Triliun kemudian dibahas hanya dalam waktu 1 hari, inikan tidak masuk akal. Bahkan ada salah satu komisi yang membawahi 16 Dinas, Badan dan Bagian, namun membahas anggaran puluhan miliar hanya dalam waktu 2 jam, yaitu dari jam 10 malam hingga jam 12 tengah malam, Makanya saya tak mau ambil risiko, karena konsekuensinya berhadapan dengan hukum,” kata Welty.
Ia juga bersikeras tak mau menandatangani, hingga Bupati tiba dari luar negeri. Disinggung soal Sanksi keterlambatan pemasukan dokumen APBD, menurutnya itu tidak akan terjadi.
“Saya sudah konsultasi ke provinsi, soal sanksi itu apabila dalam proses pembahasan tidak ada kesepakatan yang artinya semua tahapan tidak dilakukan sama sekali atau dispute, jadi tidak ada risiko, saya akan menunggu Bupati pulang dari luar negeri, nanti pemprov yang akan memfasilitasi,” ujarnya.
Welty menegaskan, selama ini ia sudah mencoba colling down terkait masalah ini, tapi opini yang digulirkan seolah terus menyerang dirinya, sementara Gerindra yang melakukan walk out saat rapat justru didiamkan.
“Saya anggap ini sudah tak bisa ditolerir, sudah keterlaluan, lihat saja nanti, saya akan buka semua kekonyolan mereka,” pungkasnya.
(Tio)