BOLMONG,DETOTABUAN.COM – Pemerintah Kabupaten Bolmong melalui Kuasa hukumnya, Ihza & Ihza Lawfirm Selasa (13/11) tadi resmi mendaftarkan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) untuk menguji keabsahan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 40 tahun 2016 tentang tapal batas Bolsel-Bolmong.
Permendagri yang sedari awal menjadi polemik antar kedua daerah tersebut, terpaksa harus dilakukan uji materil karena Pemkab Bolmong merasa sebagian wilayahnya justru masuk ke wilayah Bolsel.
Advokat dari Ihza & Ihza Lawfirm, Gugum Ridho Putra, SH, MH mengungkapkan, terdapat permasalahan baik dari segi formil maupun materil, terkait Permendagri 40/2016 tentang penegasan batas daerah Bolmong dan Bolsel.
“Dari segi formil ia disusun tidak sesuai prosedur karena tidak didasarkan kesepakatan batas yang telah ada sebelum nya,” kata Gugum.
Sebagaimana diketahui pada tahun 2004 dan tahun 2008 sudah ada kesepakatan Adat soal batas kedua Daerah, bahkan saat itu kedua daerah sudah menutup kesepakatan itu dengan ITUM-ITUM atau sumpah adat.
“Tidak dimasukannya kedua kesepakatan adat itu dalam Permendagri 40/2016 jelas melanggar ketentuan Pasal 3 Permendagri 78/2012 tentang pedoman penegasan batas daerah,” terang Gugun.
Lebih lanjut kata dia, alasan formil lain adalah munculnya 7 (tujuh) titik koordinat batas yang tidak dapat diketahui asal usul nya. ketujuh titik koordinat ini tidak ada jejak penelusuran nya dalam hasil Survey di lapangan.
“Karena ia muncul tanpa survey di lapangan maka jelas Permendagri 40/2016 telah melanggar pasal 8 ayat (1) huruf a Permendagri 78/2012 tentang penegasan batas daerah karena memunculkan titik koordinat tanpa melalui survey lapangan,” ungkapnya.
Pun demikian kata Gugum, setelah dicek lebih dalam, kerapatan masing masing pilar RBU dalam Permendagri juga menyalahi aturan. menurut permendagri 78/2012 kerapatan jarak maksimal bagi batas antar pemkab yang berpotensi tinggi maksimal 1-3 km, faktanya melebihi itu. titik TK 07 ke PBU 25 misalnya terbentang 5,9 KM.
Ia menambahkan, memang secara materil permendagri 40/2016 jelas melanggar asas kepastian hukum dan asas keakuratan dalam UU 4/2011 tentang informasi geospasial, melanggar asas kepastian hukum karena munculnya 7 titik koordinat baru dalam peta batas yang tidak ada pijakan hukumnya.
“Permendagri melanggar asas keakuratan karena tahapan penyiapan dokumen tidak dilakukan dengan benar sebab dua kesepakatan adat yang telah dibuat tahun 2004 dan 2008 sama sekali tidak dijadikan pedoman,” pungkasnya.
Dikesempatan yang lain Kasubag hukum dan HAM Pemda Bolmong, Muh. Triasmara Akub meminta kiranya semua pihak dapat menahan diri dulu dengan proses yang sudah ditempuh oleh Pemda Bolmong.
“Masuknya JR ini adalah proses konstitusional yang harus dihormati dan sah, tidak ada pihak manapun yang bisa menyalahkan proses yang dilakukan ini. Insyaallah proses ini bisa maksimal dan kami yakin karena bukti dan argumentasi dalam JR sangat kuat, Tentunya kami meyakini kapasitas dan profesionalitas dari Prof Yusril Ihza Mahendra beserta teamnya dalam menangani masalah ini,” terang Triasmara. (**)