BMR,DETOTABUAN.COM – Penutupan Aktivitas Pernambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah Bolaang Mongondow Raya (Bolmong dan Boltim) yang dilakukan penegak hukum pekan kemarin, menimbulkan reaksi dari masyarakat.
Bahkan salah satu aktivis BMR, Irawan Damopolii memberikan pendapatnya terkait hal itu.
Kepada media ini, Irawan mengingatkan aparat soal efek domino yang ditimbulkan, apalagi banyak masyarakat yang menggantungkan hidup mereka dari situ.
“Penutupan lokasi PETI seharusnya tidak dilakukan karena banyak aspek yang sudah puluhan tahun berjalan dengan baik bisa terganggu. Dan saya melihat bakal ada dampak sosial dengan penutupan penambangan rakyat, karena di situ bergantung hajat hidup orang banyak,” ungkap Irawan, Sabtu (13/2) kemarin.
Irawan menuturkan, sistem penegakan hukum itu harus melihat pada aspek yang lebih luas, tidak hanya terfokus pada KUHP juga pada aspek sosial. Irawan menyesalkan, dugaan diamnya pihak pihak yang seharusnya mengadvokasi mereka.
“Mereka tidak memiliki niat melanggar hukum, namun pihak pihak yang seharusnya mengadvokasi mereka untuk mendapatkan payung hukum atas kegiatan tersebut diduga terkesan diam,” sebutnya.
Padahal, para pelaku PETI jiwa sosialnya begitu tinggi, sehingga mereka harus dilindungi dalam arti bagaimana aktivitas mereka menjadi legal, tidak bertentangan dengan hukum yang ada.
Diapun berharap pihak pemerintah, DPRD, serta penegak hukum untuk membantu bagaimana para pelaku PETI yang ada di wilayah BMR, untuk selanjutnya diberikan perlindungan atas kegiatan mereka.
“Penambangan rakyat akan menjadi alternatif pilihan usaha masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah yang kaya sumber daya mineral, dengan cara mereka di backup untuk mendapatkan payung hukum atas kegiatan tersebut. Dan tentunya peran pemerintah, DPRD, serta penegak hukum sangat diharapkan demi melindungi sumber sumber kehiduan mereka,” pinta Irawan, saat dimintai tanggapan terkait penutuan PETI di beberapa lokasi di BMR.
(***)