Detotabuan.com,BOLMONG – Viral di media sosial, oknum anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), I Nengah Sukarma, diduga terlibat praktik politik uang.
Dalam sebuah video yang beredar, Politisi Partai Golkar itu terlihat berdiri diatas panggung dan membagikan uang kepada warga saat menghadiri kampanye salah satu Paslon Bupati dan Wabup Bolmong Yusra – Doni di Desa Mopugad, Kecamatan Dumoga Utara, Minggu 10 November 2024.
Hal ini menjadi sorotan publik, Aktivis Bolmong Parindo Potabuga mendesak Bawaslu agar mengusut tuntas kasus ini.
“Praktik politik uang hanya akan merusak integritas demokrasi kita. Jangan sampai hal ini menjadi preseden buruk,” ujar Parindo.
I Nengah Sukarna sendiri belum berhasil di mintai konfirmasi terkait hal ini, namun upaya tersebut terus dilakukan untuk pertimbangan pemberitaan.
Menanggapi hal itu, pimpinan Bawaslu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bolmong Neila Montolalu mengatakan, akan menelusuri hal ini
Neila menegakkan, bagi bagi uang saat kampanye adalah pelanggaran pemilu.
“Jika terbukti, kami tidak akan ragu untuk menindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Senada disampaikan Ketua Bawaslu Bolmong Radikal Mokodompit, SE. Ia menegaskan, akan menelusuri hal ini.
“Bawaslu akan melakukan penelusuran terkait hal hal yang merusak tatanan demokrasi dan tentunya akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat,” tegasnya.
Terinformasi, Tim Hukum LMWK akan segera melaporkan dugaan pelanggaran pemilu ini beserta sejumlah pelanggaran yang telah dikantongi.
“Rencananya akan kami laporkan hari ini ke Bawaslu, kami berharap persoalan dugaan pelanggaran Pilkada ini dapat diseriusi oleh Bawaslu untuk menjaga Marwah demokrasi di Pilkada Bolmong,” tegas Yosie Monoarfa.
Sanksi Pemberi dan Penerima Politik Uang Pilkada
Sanksi bagi yang melakukan politik uang (money politic) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan
Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; danc. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan
Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(Peliput : Tio)