KOTAMOBAGU,DETOTABUAN.COM – Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik Oknum Bapak Angkat Bank ARTHA GRAHA (BAG) dengan terdakwa Firasat Mokodompit, kembali digelar Pengadilan Negeri Kotamobagu, Selasa (25/9), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Pada sidang kali ini, Terdakwa menghadirkan tiga dari tujuh saksi yang meringankan, diantaranya Juli Modeong warga Kinomaligan, Kecamatan Dumoga. Rita Amelia Pandita warga Poigar II dan David Korua, warga Desa Tiberias Kecamatan Poigar.
Dalam keterangannya, saksi Satu (1) Juli Modeong mengungkap dugaan permainan penyaluran KUR oleh Oknum Bapak angkat dan Mitra Artha Graha di wilayah Bolmong.
“Mohon maaf pak Hakim, saya ini nasabah BRI yang sedang jalan, karena dengar info ada Program pemerintah berupa KUR yang katanya Rp 25 juta, maka saya mencoba untuk bermohon, melalui Bapak Jack Sanggamu selaku Koordinator Mitra Bapak Angkat KUR Artha Graha, saya masukkan persyaratan lengkap, namun 1 bulan kemudian dapat pemberitahuan ditolak, alasannya karena saya miliki hutang di BRI (BI Cheking), saya terima itu,” ungkap Juli, dihadapan Majelis Hakim yang dipimpin Warsito, SH.
Anehnya kata dia, saat kreditnya di BRI hampir Lunas, ia kemudian kembali mengajukan pinjaman berikut, tapi tiba tiba BRI menolak dengan alasan, ia memiliki hutang sebesar Rp 25 juta di Bank Artha Graha yang diterima pada tanggal 14 Agustus 2017.
“Dengan perasaan kaget dan marah, pada tanggal 30 Agustus 2018 didampingi Jack Sanggamu, saya menemui pimpinan Bank Artha Graha di Manado. Saya sempat marah-marah namun beberapa saat kemudian mereka menyerahkan surat bukti lunas pinjaaman tertanggal 31 Agustus 2018, yang ditandatangani Kepala Cabang BAG Bapak Raymond Christoffel,” terangnya lagi.
Selanjutnya, dalam surat bukti lunas tersebut, ia tercatat pernah 3 kali mengembalikan pinjaman, padahal ia tidak pernah mengembalikan karena tidak pernah menerima pinjaman KUR dari Bank Artha Graha.
“Demi allah, saya Juli Modeong tidak pernah menerima sepeserpun dana KUR dari Bank Artha Graha karena pengajuan saya ditolak Bank Artha Graha pak Hakim,” kata Juli.
Setelah pinjaman di BRI lunas, ia kemudian kembali ke BRI untuk mengajukan pinjaman, namun lagi lagi ditolak BRI dengan alasan, ia masih memiliki hutang Rp 50 ribu sebagaimana data BI Checking.
“Bukan main yang dilakukan Bank Artha Graha kepada saya pak Hakim, saya ini orang susah, miskin, kemudian diperlakukan seperti ini, saya sangat Kecewa, nama baik saya tercemar di BRI, saya Malu pak hakim, saya akan tuntut Pidana maupun Perdata Bank Artha Graha,” kata Juli dengan nada marah.
Sementara saksi kedua (2) atas nama Reity Amelia Pandita, nasabah KUR Poigar II Kecamatan Poigar, dalam keterangannya mengungkapkan, ia adalah satu dari 55 nasabah penerima KUR yang lolos berkas saat pencairan Agustus 2018 lalu.
“Grup kami di bagi 3 kelompok, pertama sekitar 20 orang cair 11 juta di rumah Bapak Hanny Pontoh di Desa Ayong, kelompok kedua 20 orang juga menerima 11 juta dirumahnya Pak Eddy Pandairoth di Lolak. Kelompok Ketiga sisa 15 orang diserahkan di dirumah makan Tanjung Mariri dengan jumlah hanya 5 juta, padahal kami tanda tangani akad kredit dengan Bank Artha Graha senilai 25 jt,” terang Reita.
Merasa tak puas, ia kemudian menanyakan hal ini ke salah satu Staf Bank Artha Graha bernama Evert, terkait jumlah yang dicairkan tidak sama, namun menurut Evert itu adalah kebijakan bapak angkat dan Bank Artha Graha.
Berbeda dengan dua saksi sebelumnya, Saksi ketiga (3) David Korua Warga Desa Tiberias Kecamatan Poigar, memiliki pengalaman yang berbeda, dalam keterangannya, David menceritakan ikhwal ia mendapatkan pinjaman KUR dari Bank Artha Graha.
“Pada awal juli 2017 kami bersama beberapa orang bermohon KUR, waktu itu saya termasuk agen. Nah, pada Agustus 2017 saya menerima Dana KUR 5 juta, padahal yang saya tanda tangani kontrak 25 juta. Sebelum menerima uang 5 juta itu, saya sempat disuruh menandatangani blangko Kosong. Saya tanyakan kenapa hanya 5 juta, dijawab oleh agen terima saja, karena uang ini tidak dikembalikan,” terang David.
Merasa ada kejanggalan, ia bersama 52 orang nasabah KUR di Kecamatan Poigar melakukan upaya, diantaranya memberikan surat kuasa kepada LSM LAKI Sulut melalui Ketua Firdaus Mokodompit untuk mengadvokasi masalah ini, berdasarkan bukti rekening koran dengan hutang 25 juta.
“Setelah melakukan demo sebanyak 3 kali di OJK dan Bank Artha Graha Manado, akhirnya disepakati Bank Artha Graha akan menambah plafon kredit kami sebesar 9,8 juta dengan skema 5 juta Ansuran 6 bulan, 5 juta Simpanan Nasabah, 200 Ribu Asuransi, jadi yang diterima nasabah 14,8 juta,” beber David.
Yang membuat ia kesal, janji itu tak sepenuhnya ditepati, karena yang mendapatkan tambahan hanya 24 orang, sedangkan yang 28 orang tidak pernah terealisasi hingga saat ini. Pihak bank beralasan berkas mereka tidak lengkap padahal mereka telah menerima yang 5 juta awal.
“Dalam kapasitas sebagai tokoh masyarakat Poigar, Pak Firasat juga hadir saat penyerahan sisa yang 9,8 juta itu pada tanggal 24 Oktober 2018 bertempat di kantor LSM LAKI, di desa Poigar tiga,” ungkap dia.
Usai memberikan keterangan, ketiganya kemudian ditanya oleh majelis Hakim, terkait tulisan saudara Firasat Mokodompit lewat media sosial itu, apakah sebuah kebenaran atau berita hoaks? namun ketiganya menjawab kebenaran.
“Justru kami merasa bahwa tidak sepantas nya pak Firasat di pidana dan menjadi terdakwa, karna beliau mengungkap kebenaran dan Kritisi Penyimpangan yang Jerat Hutang pada rakyat yang tidak kami nikmati,” ujar David.
Pun demikian dengan jawaban Reita, ia malah bersyukur karena terdakwa telah membantu mereka membongkar dugaan pembodohan yang dilakukan oknum oknum di Artha Graha.
“Kami juga tau ada Beberapa orang nasabah korban KUR, yang sempat meminta bantuan pak Firasat untuk mengungkap pembodohan ini. Kami justru merasa dirugikan, tandatangani kontrak 25 juta namun hanya terima 5 juta,” terangnya.
Usai mendengarkan keterangan ketiganya, Majelis Hakim kemudian memutuskan, sidang akan dilanjutkan Selasa 2 Oktober 2018, dengan agenda masih mendengarkan keterangan 4 saksi yang tidak sempat hadir.
Diketahui, kasus ini berawal dari surat terbuka Firasat Mokodompit pada tanggal 13 Desember 2017, yang di posting di media sosial facebook yang ditujukan kepada Ketua DPR-RI, Owners BAG Tommy Winata di Jakarta, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat.
Dalam Surat tersebut, Firasat mengkritisi penyaluran KUR BAG wilayah Bolmong yang dipercayakan kepada oknum Bapak Angkat Hanny Pontoh Cs, namun dua hari kemudian atau tepatnya pada tanggal 15 Desember 2018, Hanny Pontoh bersama kuasa hukumnya melaporkan Firasat ke Polda Sulut atas dugaan pencemaran nama baik.
Perjalanan kasus inipun tergolong cepat, usai menghadiri panggilan pertama pada tanggal 15 Januari 2018. tanggal 25 Februari 2018, Firasat menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka dari Polda Sulut sekaligus, surat panggilan kedua pada tanggal 05 Maret 2018. Pada tanggal 16 April 2018, kasus ini resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kotamobagu dan dinyatakan P21.
(Tim)