BOLSEL,DETOTABUAN.COM – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolsel melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) menerima kunjungan Tim BKKBN Provinsi, Disdukcapil Pemrov dan Forum Rektor Indonesia Cabang Sulut di ruang pertemuan Setda Bolsel, Kamis (10/02/2022) tadi.
Kunjungan tersebut, berkaitan dengan kerjasama penurunan angka stunting yang ada di Kabupaten Bolsel.
Diwawancarai awak media, Kepala Perwakilan BKKBN Sulut, Ir. Diano T. Tandaju, MErg mengatakan, kedatangan mereka untuk membantu Pemda Bolsel dalam penurunan stunting.
“Kita tau bersama, angka Stunting di Bolsel cukup tinggi, maka pemerintah kabupaten Bolsel tidak bekerja sendiri tapi provinsi juga siap membantu,” ujarnya.
Nantinya kata dia, setiap kegiatan penurunan stunting itu diakselerasi sehingga ada percepatan penurunan.
“Jadi kalau selama ini hanya tatanan konsep sekarang tidak, namun kita bekerja rill di lapangan membantu keluarga-keluarga yang dalam keadaan stunting,” tambahnya.
Meski upaya ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2019 lalu, namun untuk tahun 2022 lebih diperkuat lagi dengan melibatkan banyak pihak diantaranya dari pihak Universitas atau Perguruan Tinggi.
“Sedikitnya ada 5 perguruan tinggi yang kami libatkan dalam forum rakor indonesia cabang sulawesi utara, nantinya mereka akan bergerak bersama mahasiswa, itu sebuah terobosan baru jadi nanti akan ada Mahasiswa KKN turun di desa-desa yang ada data stunting tinggi,” ujarnya.
Target pemerintah pusat memang sampai tahun 2024, tetapi Gubernur dan Wakil Gubernur menargetkan itu di 2023.sudah selesai.
“Kami berharap, Sulut termasuk Bolsel untuk dapat menurunkan itu lebih cepat apa yang di harapkan pemerintah pusat,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PPKBP3A Bolsel Suhartini Damo mengucapkan terima kasih atas kedatangan Tim BKKBN Perwakilan Sulut dan rombongan.
“Semoga kerjasama ini berjalan baik dan efektif dalam mengatasi jumlah stunting yang ada di Kabupaten Bolsel,” pungkasnya.
Sekedar informasi, Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada anak balita (di bawah 5 tahun). Anak yang mengalami stunting akan terlihat pada saat menginjak usia 2 tahun.
Seorang anak dikatakan mengalami stunting apabila tinggi badan dan panjang tubuhnya minus 2 dari standar Multicentre Growth Reference Study atau standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Selain itu, Kementerian Kesehatan RI menyebut stunting adalah anak balita dengan nilai z-skor nya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted).
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi yang dilansir dari situs Kemenkes RI, pada 2016 angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,5 persen. Artinya sekitar 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Bahkan pada 2017 angkanya meningkat menjadi 29, 6 persen.
Pada tahun 2019, survei membuktikan sekitar 30 persen balita Indonesia mengalami stunting. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak aspek, mulai dari aspek pendidikan hingga ekonomi. Stunting sangat penting untuk dicegah. Hal ini disebabkan oleh dampak stunting yang sulit untuk diperbaiki dan dapat merugikan masa depan anak.
Angka ini menempatkan Indonesia berada pada status kronis. Sebab WHO mengklasifikasikan negara mengalami status kronis jika angka prevalensinya melebihi 20 persen. Angka ini juga menempatkan Indonesia di posisi teratas angka stunting terparah di Asia tenggara. Negara tetangga kita yakni Malaysia, angka prevalensinya hanya 17,2 persen.
(Tio)