BOLMONG,DETOTABUAN.COM— Meski di bulan puasa Ramadan, Kelompok Lestari dan Resort Dumoga Barat tak surut niatnya lakukan penanaman dalam rangka pemulihan ekosistem kolaboratif di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) di Desa Kinomaligan, Kecamatan Dumoga Tengah.
Resort Dumoga Barat sebagai unit terkecil dari Balai TNBNW, bersama EPASS telah melakukan pendekatan dan diskusi dengan Kelompok Lestari, di Desa Kinomaligan, untuk menyampaikan pentingnya pelestarian TNBNW.
Bersama dengan kelompok masyarakat, membicarakan langkah-langkah ke depannya, antara lain seperti penanaman pohon di kawasan yang terbuka dengan jenis nantu, cempaka, pala dan kemiri.
Jenis nantu dan cempaka merupakan jenis yang mempunyai manfaat ekologis, sedangkan kemiri dan pala dipilih oleh mayarakat karena juga memiliki potensi HHBK.
Kepala Resort Dumoga Barat, Vence Momongan, S.Hut, mengatakan dengan kegiatan pemulihan ekosistem kolaboratif ini, masyarakat dapat memanfaatkan hasilnya mulai lima tahun ke depan.
Buah kemiri dan pala sudah mulai dapat dipanen dan diambil hasilnya oleh masyarakat, sedangkan di sisi lain, fungsi ekologis untuk kawasan TNBNW juga akan mulai pulih kembali.
“Untuk mendukung kegiatan ini, Resort telah mengedrop 1.500 bibit ke lokasi penanaman, yaitu di daerah Tayeb. Hal ini adalah upaya minimal resort untuk mendukung pemulihan ekosisitem secara mandiri oleh masyarakat,” jelas Vence.
Selanjutnya, Kelompok Lestari yang terisi 15 anggota sepakat untuk mulai melakukan penanaman pada di bulan Ramadan agar kerja pada bulan suci ini diberikan berkah melimpah di desa mereka.
Sejak hari Senin (13/5) lalu, Kelompok Lestari telah mulai membuat lubang penanaman.
Ketua Kelompok Lestari, Djaini Mokotubong, menjelaskan, Kelompok Lestari dari awal terbentuk telah berkomitmen untuk mendukung upaya pelestarian TNBNW dengan melakukan penanaman pohon.
Masyarakat menyadari pentingnya kelestarian TNBNW karena pada tahun 2006 lalu terjadi banjir besar di Desa Kinomaligan. Oleh karena itu masyarakat ingin mengembalikan kembali fungsi hidrologis TNBNW dengan melakukan penanaman pohon.
“Walaupun saat ini baru 15 orang yang terlibat, namun dapat menjadi stimulan untuk masyarakat atau kelompok lain mengikuti kegiatan penanaman,” aku Djaini, Rabu (15/5).
Sementara itu, Kepala Balai TNBNW, drh. Supriyanto, mengutarakan 10 cara baru kelola kawasan konservasi, sehingga masyarakat diposisikan sebagai subjek dalam pengelolaan kawasan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip HAM, sehingga dalam penyelesaian masalah dan upaya pelestarian TNBNW, didahului dengan dialog dan komunikasi dengan masyarakat.
“Program Pemulihan Ekosistem Kolaboratif secara mandiri ini merupakan hasil penerapan Resort Based Management (RBM) secara menyeluruh di Balai TNBNW. Sistem kelola ini memastikan petugas hadir di lapangan dengan target yang jelas, salah satunya anjangsana. Kegiatan ini secara rutin meningkatkan frekuensi komunikasi antara petugas dan masyarakat sehingga peran masyarakat dalam kelola kawasan dapat dibangun. Hal ini merupakan modal sosial untuk pengelolaan kawasan yang lebih efektif,” ungkapnya.
Diketahui, TNBNW dengan luas 282.008,757 hektare ini telah ditetapkan sebagai kawasan taman nasional sejak tahun 1993 berdasarkan SK Menhut No.724/Kpts-II/1993 oleh karena kawasan ini merupakan daerah tangkapan air daerah Bolmong dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga menjadi penyangga kehidupan masyarakat. (Ind)