KOTAMOBAGU,DETOTABUAN.COM – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Manado, Yosie Monoarfa, SH, memberikan tanggapan terkait kasus dugaan penghinaan pakaian muslimah bercadar staff honorer DLH Kota Kotamobagu, Yumi Antulaha yan diduga dilakukan Alex Saranaung yang sempat berujung ke Polisi, Kamis (9/11) kemarin.
Menurut Yosie, jika memang benar apa yang dikatakan Alex, maka sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Bab V Buku II KUHP, yang bersangkutan dapat dijerat dengan Pasal 156 KUHP atau Pasal 156a KUHP tentang penistaan agama, karena penggunaan hijab cadar merupakan syari’at islam.
“Karena Indonesia adalah negara yang plural, heterogen dan tidak homogen, maka lahirlah pasal ini, untuk mencegah gejolak sosial yang berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan),” terang Yosie dalam press release yang dikirimkan ke redaksi detotabuan, Sabtu (11/11) tadi.
Ancamannya pun kata dia, tak main-main, dalam Pasal 156 KUHP disebutkan, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah atau Pasal 156a KUHP, dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
“Jadi perdamaian yang dilakukan antara Alex dan Yumi sebenarnya, tidak dapat menjadi alasan penghapusan hak penuntutan/peniadaan penuntutan atas delik tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s/d Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana. Namun, dengan adanya iktikad baik si pelaku, apabila ada perjanjian perdamaian, hal itu dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan saat perkara tersebut diperiksa di pengadilan,” ungkapnya.
Terkait pencabutan laporan oleh si pelapor. Yosie menjelaskan, dalam kasus seperti ini, harus dilihat apakah ada niatan terlapor untuk melakukan penghinaan terhadap agama, dengan mengundang ahli hukum, ahli bahasa dan juga ahli agama, jika memang penistaan agama, maka kasus ini bisa diproses oleh pihak kepolisian tanpa adanya pengaduan dari masyarakat.
“Kalau niatannya penistaan terhadap agama tertentu, maka kasus ini bisa di proses kepolisian tanpa adanya pengaduan dari masyarakat,” terangnya.
Disisi lain, sebagai sesama umat muslim, Yosie mengecam keras perkataan, oknum Alex Saranaung. Ia meminta Polres Bolmong, untuk tetap mengusut persoalan ini, agar tidak bias.
Ia menilai, apa yang dilakukan oleh oknum kadis DLH tersebut entah itu disadari atau tidak, namun penghinaan ditempat umum/Publik terhadap busana/pakaian yang merupakan salah satu simbol keagamaan, sangat bertentangan dengan Konstitusi Negara yaitu UUD 1945 Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Undang-undang menjamin kebebasan beragama di Indonesia, hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Sehingga, kami mengecam ulah oknum Kepala DLH yang telah melakukan penghinaan terhadap pakaian yang merupakan salah satu simbol keagamaan, sehingga itu kami mendesak polres untuk segera memanggil dan melakukan penyidikan terhadap oknum yang bersangkutan, untuk dapat ditetapkan status hukumnya, demi menjaga dan mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama,” pungkasnya.
Diketahui, pada hari Kamis (9/11) lalu, staf honorer DLH Kotamobagu Yumi Antulaha, melaporkan oknum Kepala DLH Kotamobagu Alex Saranaung karena diduga melecehkan pakaian muslimah bercadar yang ia kenakan saat pelaksanaan apel Rabu (8/11) lalu. Alex dilaporkan ke kepolisian, karena menyebut dandanan Yumi seperti mahluk halus.
Namun, tak sempat sehari berselang, kasus ini kemudian dicabut oleh pelapor, dengan alasan sudah ada kesepakatan damai, banyak pihak mengecam peristiwa ini. Meski demikian, pihak Polisi menyebut, jika kasus ini hanya bersifat delik aduan.
(Tim detotabuan)