BOLMONG,DETOTABUAN.COM— Yayasan Laduna Ilma Nurul Insan (LINI) menolak dikatakan sebagai aliran tasawuf yang mengajarkan pemahaman yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Pendiri LINI, Sukron Mamonto menegaskan, penolakan ini untuk menanggapi Surat Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Utara nomo 02 tahun 2019 tentang Aliran Tasawuf Laduna Ilma Nurul Insan, tertanggal 8 Agustus 2019 lalu.
BACA JUGA: Fatwa MUI ; Aliran Laduna Ilma Nurul Insan Pimpinan Syukron Mamonto Sesat
Sukron menjelaskan sejumlah hal di antaranya penyebutan namanya dalam surat MUI tidak sesuai dengan nama awalnya Supran Mamonto.
“Bukan Syukron atau Imam Abdul Arif Hidayatulah Arsy, tapi nama saya Supran Mamonto dan diubah menjadi Sukron Mamonto berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kotamobagu No.19/PDT.P/2013/PN.KTG,” kata dia saat menggelar konferensi pers, Rabu (14/8).
Dia menambahkan, tudingan MUI Sulut soal mengucapkan dua kalimat Syahadat disambung dengan kalimat “Imamku Dunia dan Akhirat adalah Imam Sukron Mamonto,” tidaklah benar. “Tidak ada penambahan nama saya di dalam. Syahadat itu tidak bisa ditambah, tidak bisa dikurangi. Contoh, surat seseorang untuk sampai kepada orang lain itu dikurangi, kita kena hukum loh? Apalagi Allah yang buat. Itu masalah logikanya,” jelas Sukron di hadapan pewarta di musala samping kediaman miliknya.
Soal pemahaman yang tertera pada putusan MUI Sulut tentang kewajiban bersedekah untuk menggantikan salat lima waktu. “Saya katakan tidak pernah kami lakukan. Kenapa? Saya bangun musala buat apa? Secara logika musala buat apa? Buat salat. Maka tentu kami tidak pernah keluar pada syariat Islam,” ungkapnya.
Dia merasa kecewa kepada MUI Sulut yang telah mengeluarkan fatwa. Dia berharap sebenarnya ada tabayun, silaturahmi kepada pihaknya, tidak boleh mendengar sepihak, karena dirinya merasa tidak pernah meresahkan masyarakat dan pemerintah Desa Tombolango, Kecamatan Lolak, itu tidak pernah melapor bahwa ada aliran yang meresahkan.
“Kami tidak pernah didatangi untuk diminta klarifikasi. Ini dibutuhkan, tapi sejak kami di sini melakukan pengkajian dengan berdasarkan Alquran dan Hadist, mengundang semua tokoh di sini, tidak semua yang hadir,” ucapnya.
Dirinya menegaskan lagi, Laduna Ilma Nurul Insan hari ini sangat kokoh, berdasarkan syariat Islam dan berlandaskan Alquran dan Hadist, tidak menambah dan mengurangi apa yang sudah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasulnya.
Sukron mengaku jikalau ada yang menyimpang, itu bukan LINI, tanyakan pada pimpinan Laduna Ilma yang ada di seberang (bukan LINI). “Pada saya, wahyu tidak ada zaman sekarang. Ini yang menjadi sebuah pandangan yang berbeda, maka saya berpisah dengan mereka (Laduna Ilma), membuat LINI untuk supaya (menunjukkan) ini jalan kita lurus, dan dalam konsep yang lainnya, tanyakan pada mereka. Tapi kami di mana isi yang disampiakan oleh MUI mulai dari pembaiatan itu keliru,” tuturnya.
“Bahwa berdasarkan 10 kriteria sebuah ajaran sesat dan menyesatkan, kajian LINI tidak satupun yang bertentangan dengan itu. Sehingga menurut kami, Dewan Fatwa MUI Sulut keliru,” tambahnya.
Ia menceritakan, di musala yang berdiri di samping kediamannya di Desa Lolak Tombolango, Kecamatan Lolak. Sukron menyatakan, Laduna Ilma Nurul Insan didirikan berdasarkan Akta Notaris Nomor 41 tanggal 31 Januari 2013. Dirinya selaku pendiri dimandatkan juga sebagai pemberi materi dalam kajian ilmu agama berdasarkan Alquran dan hadits setiap pekannya.
Sebelumnya merupakan anggota dari Laduna Ilma yang dipimpin Imam Awal. Imam Awal telah membahasakan pergantian pimpinan kepada Sukron Mamonto dan tahun 2006 sebenarnya sudah keluar suratnya.
“Di tahun 2010, beliau (Imam Awal) meninggal dunia, maka surat yang dimandatkan oleh beliau belum saya tahu persis. Nanti pada saat beliau wafat, baru saya tahu bahwa saya yang ditunjuk sebagai pelanjut untuk menyampaikan segala apa yang di dalam referensi Alquran dan Hadits,”ucapnya.
Berlanjut tahun berjalan, lanjutnya, terjadilah perbedaan pandangan dari Laduna Ilma, karena dirinya yang ditunjuk pada posisi pimpinan itu.
Dalam perbedaan pandangan itu, kala Sukron memimpin, dirinya menyampaikan seluruh Laduna Ilma, di mana pemimpin atau para imam pada eranya Imam Awal, harus mengikuti syariat Islam dan berlandaskan pada Alquran dan Hadits.
Pada era dipimpinnya, Sukron berpendapat soal ‘wahyu’ tidak ada lagi zaman sekarang. “Yang ada tinggal ilham dan hidayah. Itu yang menjadi titik persoalan,” aku nya.
Di tahun 2012, karena berlanjut perselisihan, maka pimpinan-pimpinan Laduna Ilma yang berjumlah 13 orang telah membuat kesepakatan, mencabut kepemimpinan Sukron di Laduna Ilma Indonesia, digantikan oleh utusan mereka. “Karena perbedaan pandangan itulah, maka saya berpisah dengan mereka (Laduna Ilma), membuat LINI untuk supaya (menunjukkan) ini jalan kita lurus,” tuturnya. Di tahun 2013 lah, dirinya mendirikan Laduna Ilma Nurul Insan, karena perselisihan pandangan itu. Hamidun Modeong.
Seorang orang tua adat di Desa Lolak Tombolango, menyatakan, selama Sukron Mamonto berada di desa tersebut, selalu berperilaku baik, dan suka membantu masyarakat. Dia mengakui bahkan Sukron Mamonto merupakan jamaah imam desa (Lolak Tombolango), dan selalu sama-sama.
Soal isu yang berkembang, dirinya sebagai lembaga adat dan juga pemerintahan desa, belum pernah mendengar adanya ajaran sesat yang diajarkan Sukron Mamonto. “Kalau membantu masyarakat itu benar. Tentu kalau jahat, kami sebagai bidang adat dan pemerintah ini sudah lama dilapor. Saya bukan jemaah Sukron, tapi saya jemaah masjid. Tapi saya, mana yang saya lihat itu yang disampaikan,” katanya. (Ind)