BOLMONG,DETORABUAN.COM –Pembangunan jembatan gantung di Desa Kopandakan Dua, Kecamatan Lolayan, diduga tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Belum sebulan selesai dikerjakan, jembatan dengan panjang bentang 50 meter dan lebar 1,5 meter itu terancam ambruk.
Warga setempat bahkan menyebut, proyek yang menghabiskan biaya dengan pagu hampir 1 miliar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2018 itu dikerjakan asal jadi.
Pasalnya, belum juga sempat digunakan warga, pondasi jembatan yang dikerjakan CV. RAJAWALI ini sudah mulai retak.
“Jembatan itu justru berpotensi membahayakan. Kami curiga pekerjaannya tidak sesuai bestek (perencanaan),” kata Budiman Mokolanot, warga Desa Kopandakan Dua, saat bersua dengan wartawan, kemarin.
Lebih lanjut, kata dia, selain pondasi yang terancam patah, konstruksi jembatan juga terlihat tidak kuat. Tali labrang penopang bagian lantai jembatan hanya dua utas di sisi kiri dan kanan lantai jembatan. Papan lantai jembatan juga, ungkap Budiman, dicurigai hanya dari kayu kualitas buruk.
“Tidak ada labrang yang menahan bagian tengah lantai jembatan. Kondisi itu sangat membahayakan. Papan lantai gampang patah,” ungkapnya.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kopandakan Dua, Asnan Kobandaha juga meragukan daya tahan jembatan yang menjadi akses utama 80-an persen warga setempat yang berprofesi sebagai petani, untuk mengangkut hasil bumi dari kebun masing-masing. Dirinya menyayangkan, pihak kontraktor yang terkesan hanya mencari keuntungan pada proyek tersebut.
“Jangan karena ingin mencari keuntungan, kemudian jembatan hanya dikerjakan asal-asal. Jika dibiarkan, bisa mengancam keselamatan pengguna jembatan,” ketusnya.
Terkait hal itu, selaku penyelenggara pemerintah desa, sekaligus mewakili warga setempat, dia meminta kepada instansi teknis terkait dalam hal ini Dinas PUPR Bolmong, untuk tidak tinggal diam.
“Selain mengancam keselamatan pengguna jembatan, pekerjaan jembatan gantung desa Kopandakan Dua juga berpotensi merugikan negara. Jadi Dinas PUPR sebaiknya jangan tinggal diam,” sahutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Bolmong, Channy Wayong saat dikonfirmasi mengaku sudah meminta pihak ketiga selaku pelaksana untuk memperbaiki kerusakan yang ada.
Dia menyebutkan, tim Dinas PUPR sudah meninjau langsung pekerjaan di lapangan. Dan ditemukan adanya pekerjaan yang belum sesuai. Sehingga itu kata Channy, belum dilakukan serah terima pertama atau PHO (Provisional Hand Over).
“Kita sudah minta ke kontraktor untuk menyelesaikan kekurangan dari pekerjaan. Intinya, kalau tidak sesuai dengan RAB, maka pekerjaan tidak akan diterima. Selain itu juga, pemeliharaan juga masih menjadi tanggungjawab pihak ketiga,” jelas mantan Kepala BPBD Bolmong ini, saat dikonfirmasi via ponselnya, kemarin.
Di sisi lain, Kepala Inspektorat Bolmong, Rio Lombone saat dimintai tanggapan terkait kondisi pekerjaan tersebut, juga meminta kepada pihak ketiga dalam hal ini CV Rajawali agar mengerjakan sesuai RAB.
“Pada pemeriksaan nanti, kita akan telusuri dan periksa. Konsekwensinya kan jelas. Kalau tidak sesuai maka otomatis dikenakkan tuntutan ganti rugi (TGR),” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Konsultan Perencana Konstruksi, Alfin Antone mengatakan, retakan pada talud atau oprit pada bangunan yang baru dikerjakan biasanya disebabkan adanya pergeseran atau penurunan.
Kondisi ini biasanya terjadi karena struktur tanah yang lembek sehingga tidak mampu memikul beban. Bisa juga karena galian kaki atau koperan yang kurang dalam.
“Faktor lain juga bisa disebabkan campuran yang tidak sesuai. Sehingga beton tidak mampu menahan beban desak dari material timbunan oprit. Intinya, kalau dikerjakan sesua perencanaan, maka saya yakin kecil kemungkinan akan terjadi kerusakan,” bebernya.
Sayangnya, hingga berita ini dipublish, CV Rajawali selaku pihak pelaksana kegiatan tersebut belum berhasil dikonfirmasi. Penanggungjawab CV Rajawali, DT alias Dewi saat dikonfirmasi via ponselnya dengan nomor 0823493xxxxx dalam keadaan tidak aktif. Dihubungi via aplikasi WhatsApp juga tidak terkirim.
(Tio)