Detotabuan.com, Aceh.
Penyidik Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera telah menetapkan M (46) warga Desa Kala Kemili, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh Tengah yang merupakan pemilik PHAT MWD sebagai tersangka dalam kasus pembalakan liar berupa penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT MWD dan kawasan Hutan.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatera, Hari Novianto menjelaskan
penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara penyidik Gakkumhut dengan Korwas Polda Aceh, pada Rabu (16/7) lalu.
“Barang bukti kayu olahan yang berhasil disita penyidik Gakkumhut berupa kayu alam jenis rimba campuran dengan berbagai ukuran sejumlah 3746 keping dengan volume 52,9700 m3 meter kubik dan 28 batang kayu log dengan volume 33,63 m3 meter kubik tersebut telah
ditiitipkan ke Kantor KPH Wilayah II Aceh, Kecamatan, Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah, Aceh,” jelas Hari.
Tersangka M tersebut, lanjut Hari, diduga melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan Pemerintah pengganti Undang -Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang cipta kerja menjadi Undang-Undang.
Dirinya mengatakan jika penanganan
perkara tersebut menindaklanjuti laporan masyarakat atas adanya penebangan pohon secara tidak sah yang terjadi di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah.
“Atas dasar informasi tersebut, Balai Gakkum Kehutanan Sumatera pada 4 Juni 2024 lalu menggelar operasi pengamanan hutan dan peredaran hasil hutan di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh,” katanya.
Masih menurut Hari, pada giat operasi, tim Gakkumhut menemukan adanya kayu-kayu olahan jenis rimba campuran dengan berbagai ukuran sejumlah ± 3746 keping dengan volume 52,9700 m3 meter kubik dan 28 batang kayu bulat dengan volume 33,63 m3 meter kubik tanpa IDBarcode di sebuah Sawmil / Industri Primer (PBPHH) MHA yang berada di lokasi tersebut.
“Atas temuan tersebut, tim Gakkumhut bersama BPHL Wilayah I Aceh langsung
melakukan pemeriksaan fisik kayu, dokumen kayu dan melakukan pelacakan (Timber tracking) ke sumber bahan baku kayu yang ternyata berasal dari pemegang Hak Atas Aanah (PHAT) MWD di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatera mengungkapkan pihak penyidik Gakkumhut juga telah menyegel Sawmil/Industri Primer MHA dan telah meminta pembekuan hak akses SIPUHH PHAT MWD dan Sawmil/Industri Primer MHA kepada BPHL Wilayah I.
“Berdasarkan hasil pengecekan dan pemeriksaan di lapangan bahwa diduga telah terjadi penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT MWD dan kawasan Hutan,” ungkapnya.
Hari mengatakan dari hasil penyesuaian dokumen kayu dan pengamatan kondisi sumber bahan baku kayu pada areal PHAT MWD, Tim Gakkumhut menemukan adanya ketidaksesuaian antara kondisi visual dengan realisasi Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) yang dilaporkan oleh PHAT MWD.
“Dengan 2 alat bukti yang cukup dan meyakinkan, pada tanggal 19 Juni
2025, kasus penebangan pohon secara tidak sah yang dilakukan oleh PHAT MWD tersebut telah ditingkatkan ke penyidikan. Sedangkan atas dugaan keterlibatan sawmil/Industri Primer MHA masih dalam proses pemeriksaan oleh Penyidik Gakkumhut atas temuan kayu-kayu yang diolah dan berasal dari PHAT MWD tersebut,” ucapnya.
Hari Novianto menambahkan dirinya telah memerintahkan pihak penyidik Gakkumhut agar memeriksa keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pembalakan liar dan peredaran kayu ilegalnya (hulu-hilir) dengan modus menggunakan izin PHAT.
“Namun nyatanya di lapangan, pemilik PHAT menebang pohon diluar izin PHAT ataupun menebang pohon di kawasan hutan yang bersebelahan dengan izin PHATnya,” tambahnya
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menyatakan ekosistem hutan di Aceh Tengah merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sebagai habitat gajah Sumatera, harimau Sumatera dan satwa lainnya dan harus tetap dipelihara kelestariannya.
“Negara akan selalu hadir dalam menjamin kelestarian dan
keberlanjutan keberadaan kawasan hutan di Provinsi Aceh. Penanganan perkara ini adalah wujud tanggungjawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga agar ekosistem hutan tetap lestari
sesuai fungsinya,” tegasnya.
(ded)







