NASIONAL,DETOTABUAN.COM – Komisi V DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPP Apersi (Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) Selasa (7/7/2020).
Agenda yang dilaksanakan di Ruang Rapat Komisi V, Gedung DPR RI, Senayan, digelar secara virtual dan fisik dengan agenda utama penyampaian data Perumahan KPR untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Dalam RDPU itu, anggota Komisi V DPR-RI, Dapil Sulawesi Utara, Hi. Herson Mayulu, SIP mengutarakan secara gamblang pendapatnya.
Pertama kata Herson, ia tidak merasa heran dengan kecilnya angka realisasi Perumahan KPR untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang disampaikan oleh APERSI, ia mencontohkan, di Sulawesi Utara, dari target 1471 rumah, yang terealisasi baru 341 rumah.
Hal ini karena dilapangan, terdapat beberapa kendala yang sulit dihindari. Misalnya jika target pembangunan rumah itu kepada ASN. Banyak ASN yang lebih memilih membangun sendiri rumah mereka.
“Pilihan ini disebabkan selain karena lahan biasanya sudah tersedia, mereka juga menganggap jika pembangunannya melalui pengembang, sertifikatnya lama diperoleh,” ujar Politisi PDIP itu.
Selanjutnya, mengenai syarat harus memiliki penghasilan 4 sampai 8 juta, cicilan bunga sebesar 5 persen dan kewajiban dari pengembang menyisihkan 0,5 persen dari 2,5 persen yang ditanggung oleh pekerja. “Kalau di Jakarta, surabaya dan jawa mungkin hal seperti itu bisa dilakukan, akan tetapi di daerah Sulawesi itu Sulitnya minta ampun,” terangnya.
Yang terakhir, jika Apersi mengeluh soal kecilnya anggaran di era ini, maka di Tahun 2021 pun, dirinya masih pesimis apakah pemerintah mampu menyiapkan dana, apalagi pemerintah tengah berupaya bagaimana memulihkan kondisi ekonomi yang ada, sehingga penyediaan subsidi perumahan ini, belum terlalu dianggap prioritas. “Maka dari itu, tantangan tantangan ini yang harus dihadapi oleh Apersi berhadapan dengan regulasi yang ada,” ujarnya.
Untuk itu, Herson menyarankan kepada Apersi, untuk banyak berdialog dengan pemerintah, terutama dengan Bappenas atau kementerian PUPR, apalagi jika itu berkaitan dengan persoalan ketersediaan dana.
Selain itu, Herson juga meminta ke Manajemen Apersi, untuk lebih mendefinisikan, apa sebenarnya yang akan dikeluhkan ke Komisi V. Pasalnya kata Herson, dari berbagai masalah yang disusun, hampir semua berkenaan dengan UU Tapera itu sendiri.
“Kalau soal regulasi, mungkin komisi V bisa mengupayakan, namun jika menyangkut ketersediaan dana, maka kami sarankan Apersi ke Bappenas atau ke Kementerian PUPR,” pungkasnya.
(*/Tio)