EDUKASI, DETOTABUAN.COM – Dalam rangka memanfaatkan bonus demografi pada 2025-2045, peningkatan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas. Indonesia harus menyiapkan generasi muda dengan kemampuan nalar tinggi, khususnya di bidang yang menjadi penggerak ekonomi seperti sains dan teknologi.
Pola pikir ilmiah bisa dilatih melalui pembelajaran berbasiskan STEAM, yaitu Science, Engineering, Arts, dan Mathematics. Dengan STEAM, anak diajarkan untuk berpikir secara komprehensif.
Hal itu dimungkinkan karena pendidikan berbasis STEAM berfokus pada aspek kolaborasi, komunikasi, riset, mencari solusi (problem solving), berpikir kritis, dan kreativitas. Metode pembelajaran ini menggunakan pendekatan antarilmu dan pengaplikasiannya dibarengi pembelajaran aktif berbasis masalah.
Meskipun STEAM difokuskan pada ilmu eksakta, namun tidak mengesampingkan unsur sosialnya. Contohnya dalam kasus proses belajar dalam bentuk team work, anak akan berhubungan satu sama lain untuk memecahkan masalah.
Namun, pola belajar STEAM harus disesuaikan dengan tingkat tumbuh kembang anak. Harus dibedakan pembelajaran berbasis STEAM untuk anak usia dini, usia sekolah dasar, dan menengah.
STEAM bisa dikenalkan pada anak sejak dini dengan peralatan sederhana dan murah di sekitar kita. Sehingga Ayah Bunda bisa membantu menyiapkan si kecil tumbuh menjadi sosok yang kritis, analitis, kreatif dan inovatif.
“Dalam mendidik anak usia dini umur tiga hingga lima tahun, yang terpenting kita perlu membangun dulu konsep berpikirnya,” ujar Eriva Syamsiatin, Dosen Sains dan Matematika dari Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta.
Menurut Eriva, anak di usia dini tidak boleh dibebani dengan target belajar, menghafal rumus, angka, ataupun alfabet. Jadi anak diajak mengumpulkan data dan melaporkan kembali.
“Untuk belajar STEAM di usia 3-5 tahun perlu perhatian khusus, karena ini early thinking and early symbol. Ini dasar dan masa peka belajar bilangan, huruf. Orang tua harus peka mengamatinya, karena pembelajaran si kecil akan muncul tak terduga dalam perkembangan. Jika orang tua kurang peka, maka kesempatan belajar anak bisa lewat begitu saja,” ujar Evira.
Guna mempelajari STEAM, tidak perlu sarana canggih maupun alat-alat berharga jutaan rupiah. Dengan sarana seadanya dan peralatan seharga kurang dari Rp50 ribu, si kecil sudah bisa menjadi `ilmuwan` cilik.
Orang tua bisa mengenalkan pembelajaran berbasis STEAM dengan aktivitas sehari-hari, misalnya saat memasak sayur sup. Anak diajarkan berbagai unsur STEAM melalui pengenalan sayur mayur, mengelompokkannya, belajar ukuran, serta belajar mengenai urutan memasak dari sayur bertekstur keras ke sayur bertekstur lunak.
Orang tua bisa mengajarkan itu di rumah. Itu saja dulu yang dipelajari. Tidak perlu yang rumit menjelaskan aneka konsep, karena memang di usia dini 3-5 tahun mereka hanya perlu mengenal proses belajar science thinking. Belum perlu memahami science concept,” ujar Eriva.
Sedangkan pada usia 6 tahun ke atas, anak boleh diperkenalkan science concept. Dalam hal ini, guru dan orang tua sangat berperan membimbing dan memfasilitasi proses belajar anak.
Berikut Tips Belajar Berbasis STEAM:
1. Guru dan orang tua bisa mengajar si kecil menggunakan beragam metode dan alat, dan tidak perlu terpaku pada satu petunjuk.
2. Sering-sering membaca perkembangan metode dan pola belajar terbaru dari internet atau sumber literature lainnya.
3. Dilarang men-drill anak, alias melakukan pelatihan yang intensif dan berulang terus menerus karena akan membuat anak jadi seorang penghapal ketimbang menumbuhkan kemampuan analisisnya.
4. Belajar harus melatih seluruh inderanya, penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, pengecap. Bermain sambil belajar di taman atau halaman lebih baik ketimbang terus menerus belajar di depan computer yang hanya menekankan aspek visual saja.
5. Jangan taktil alias hanya duduk terus menerus tapi harus dengan banyak metode dan aktivitas.
Selain guru, orang tua sangat berperan dalam merangsang tumbuhnya minat anak dalam belajar STEAM. Orangtua bisa memanfaatkan teknologi untuk menerapkan STEAM, karena dalam hitungan sebentar saja anak-anak sudah mampu menguasai gadget yang makin hari semakin canggih.
Akses informasi yang demikian terbuka memudahkan anak untuk membuka konten apa saja. Meski telah diupayakan pemblokiran, selalu saja ada celah untuk bisa masuk ke area terlarang.
Karenanya, pengasuhan dan pendidikan anak perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman sang anak yang terus dipengaruhi perkembangan teknologi. Tentunya, orangtua juga harus membekali diri dengan pengetahuan yang mumpuni. Salah satunya dengan mengikuti talk show maupun diskusi.(metro)