Gubernur Yulius Paparkan Fondasi dan Strategi Fiskal Sulut di Sarasehan Nasional

oleh -411 Dilihat
oleh
Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus saat menyampaikan paparan pada Sarasehan Nasional Obligasi Daerah di Ruang CJ Rantung, Kantor Gubernur Sulut, Rabu, 19 November 2025. (Foto: Humas Pemprov Sulut)

Detotabuan.com,SULUT – Sulawesi Utara kembali menjadi pusat perhatian nasional setelah ditunjuk sebagai tuan rumah Sarasehan Nasional Obligasi Daerah yang digelar di Ruang CJ Rantung, Kantor Gubernur Sulut, Rabu, 19 November 2025. Agenda yang mempertemukan pemerintah daerah, akademisi, hingga lembaga keuangan itu dibuka langsung Gubernur Mayjen (Purn) TNI Yulius Selvanus, yang tampil sebagai pembicara kunci.

Dalam paparannya, Yulius menegaskan bahwa kehadirannya bukan sekadar seremoni, melainkan untuk menyampaikan gambaran faktual kondisi pembangunan dan posisi fiskal Sulawesi Utara. Ia bahkan sempat menanggapi dinamika pernyataan salah satu anggota DPR RI yang belakangan ramai dibicarakan, namun menekankan bahwa Sulut tidak boleh terpancing apalagi menyerah pada tekanan.

“Pemimpin harus berani menghadapi persoalan dan mengambil keputusan dalam situasi sulit. Tidak mungkin seorang pemimpin hanya tampil ketika keadaan nyaman,” ujar Yulius, menekankan pentingnya keberanian dalam kepemimpinan.

Sarasehan ini menjadi ruang diskusi terkait peluang dan tantangan penerbitan obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan alternatif. Gubernur memberikan apresiasi kepada Badan Anggaran MPR RI yang menggagas forum tersebut dan mendorong pemerintah daerah untuk lebih kreatif menggali skema pembiayaan pembangunan.

Yulius juga menampilkan gambaran strategis tentang posisi Sulawesi Utara. Ia menyebut keunggulan geografis—73,25 persen wilayah laut, luas 14,5 ribu km² dengan populasi 2,6 juta jiwa—serta letak strategis yang berbatasan langsung dengan Filipina dan berada di persilangan ALKI II dan ALKI III. “Potensi kita tidak hanya soal sumber daya alam, tetapi juga posisi yang menjadikan Sulut sangat mungkin menjadi pusat logistik dan ekonomi di kawasan Asia Pasifik,” jelasnya.

Selain itu, ia menggarisbawahi karakter masyarakat Sulut yang dinilai menjadi modal sosial penting. Nilai sitou timou tumoutou yang hidup di tengah warga disebutnya sebagai penopang stabilitas dan iklim pembangunan yang kondusif.

Dalam sesi penjelasan teknis, Yulius memaparkan perbedaan dasar antara obligasi daerah dan sukuk daerah. Obligasi tidak dibatasi prinsip syariah, sementara sukuk mengusung mekanisme pembiayaan berbasis syariah. Keduanya, menurut dia, bisa menjadi pilihan yang layak untuk menopang target besar daerah dalam dokumen RPJMD 2025–2029—mulai dari pertumbuhan ekonomi 7,8 hingga 8,08 persen, peningkatan daya saing, hingga penguatan ketahanan pangan, energi, dan air.

Namun, Gubernur juga tidak menutup mata terhadap kondisi fiskal yang semakin menantang. Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2025 tercatat sekitar Rp14 triliun, tetapi akan turun cukup drastis menjadi nyaris Rp11 triliun pada 2026. Kondisi tersebut menempatkan Sulut pada kategori daerah dengan kapasitas fiskal rendah sesuai PMK No. 65 Tahun 2024.

Karena itu, ia mendorong daerah untuk membuka ruang bagi penerbitan obligasi sebagai alternatif pendanaan. Ia menyebut contoh negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang, Inggris, hingga Amerika Serikat yang telah lama menggunakan instrumen tersebut hingga level kota. Bahkan, ia menyinggung potensi tambang emas berskala besar di Sulut sebagai salah satu penguat keyakinan bahwa daerah memiliki aset dan prospek yang bisa dikembangkan.

Yulius berharap sarasehan ini menghasilkan rumusan kebijakan yang tidak hanya realistis, tetapi juga visioner. “Kita perlu keberanian untuk mengambil langkah inovatif. Apa yang kita rumuskan di sini harus menjadi pijakan bagi percepatan pembangunan Sulawesi Utara dan Indonesia,” ujarnya menutup sesi pemaparan. (HK)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.