Aceh, Detotabuan.com – Air datang tiba-tiba, membawa lumpur, batu, dan kayu dari perbukitan. Dalam hitungan jam, banjir bandang mengubah sejumlah desa di Kabupaten Gayo Lues menjadi wilayah terisolasi.
Jalan terputus, listrik padam, dan jaringan komunikasi hilang. Warga bertahan dengan apa yang tersisa, sementara tim kesehatan bekerja dalam keterbatasan.
Di tengah situasi itu, sekelompok relawan dari Kabupaten Aceh Barat Daya datang membawa lebih dari sekadar bantuan logistik.
Mereka mengangkut sembako, obat-obatan, perlengkapan bayi, hingga satu perangkat internet satelit sebuah alat kecil yang menjadi penghubung dunia luar dengan daerah bencana.
Perjalanan menuju lokasi bukan tanpa risiko. Jalan rusak dan longsor memaksa relawan berjalan kaki di beberapa titik.

Bantuan dipikul bergantian. Waktu tempuh berjam-jam menjadi tak terelakkan. Namun, medan berat itu tak menyurutkan langkah mereka.
Bagi warga, bantuan logistik berarti bertahan hidup. Bagi tenaga medis, koneksi internet berarti keselamatan.
Perangkat Starlink yang diserahkan relawan dipasang di salah satu fasilitas kesehatan di wilayah terdampak.
Dari sana, tim medis dapat kembali berkomunikasi, mengirim laporan kondisi pasien, hingga berkoordinasi dengan pihak luar.
Dalam kondisi darurat, komunikasi menjadi kebutuhan yang kerap terlupakan. Padahal, tanpa akses informasi, penanganan kesehatan bisa terhambat.
Di daerah terpencil seperti Gayo Lues, teknologi internet satelit menjadi solusi sementara ketika infrastruktur konvensional lumpuh.
Koordinator relawan Abdya Peduli menyebutkan bahwa bantuan tersebut berasal dari donasi masyarakat dan kolaborasi lintas komunitas.
Tidak ada agenda besar, selain memastikan warga tidak merasa sendirian menghadapi bencana. “Kami hanya menjembatani apa yang dibutuhkan di lapangan,” ujarnya singkat.
Banjir bandang memang meninggalkan luka panjang—rumah rusak, lahan pertanian tertimbun, dan trauma yang tak mudah hilang. Namun, di sela reruntuhan dan lumpur, solidaritas muncul sebagai penopang.
Dari tangan relawan, harapan berpindah tempat: dari pesisir Aceh Barat Daya menuju pegunungan Gayo Lues.
Di wilayah yang sempat terputus dari peta komunikasi nasional, sinyal kembali menyala.
Bukan hanya sinyal internet, tetapi juga pesan bahwa gotong royong masih bekerja ketika bencana datang tanpa aba-aba.







