AJI Imbau Media Berhati-Hati Beritakan Isu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender

0
441

JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengimbau media di Indonesia berhati-hati dalam memberitakan isu Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT). AJI mengingatkan agar pemberitaan tak mendiskriminasikan salah satu pihak.

“AJI melihat ini adalah bentuk perhatian media pada kelompok marjinal ini (LGBT). Hanya, AJI Indonesia menilai beberapa pemberitaan berindikasi melanggar UU Pers, Kode Etik Jurnalistik maupun Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012,” ujar Hesthi Murti, Ketua Bidang Perempuan dan Anak AJI, dalam siaran persnya, Senin, 15 Februari 2016.

Dalam pengamatan AJI, terdapat beberapa kelalaian yang menyebabkan adanya diskriminasi terhadap salah satu pihak. Padahal, P3SPS 2012, Bab XI Pasal 15 ayat 1 mengamatkan perlindungan kepala orang dan kelompok masyarakat tertentu, termasuk di dalamnya, “Orang atau kelompok dengan orientasi seksual atau identitas gender tertentu.”

Begitupun dalam Kode Etik yang dirumuskan 29 organisasi profesi pada 2006. Pasal 1 mengamanatkan, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”

Sedangkan pada Pasal 8 disebutkan, “Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.”

Hesthi menjelaskan, jika ada yang merasa didiskriminasi oleh pemberitaan media, mereka bisa melaporkan media tersebut. “Jika merasa dirugikan terkait pemberitaan, AJI mendorong menggunakan mekanisme yang telah diatur dalam UU Pers dan diadopsi dalam KEJ, yaitu hak jawab dan koreksi,” kata Hesthi.

Hak jawab dan koreksi ini dapat langsung dilayangkan kepada redaksi atau melalui ombudsman media. Jika tak ditanggapi oleh media tersebut, AJI menyarankan masyarakat menggunakan jalur pengaduan kepada Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia.

Selain itu, kata Hesthi, AJI mendorong Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan amanat Undang-Undang.

Sumber : Tempo.co

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.