Menanam Rindu “Titipan Hati Pada Cadar Langit”

0
770
BINTANG bertabur menyembut namaku, meski satu-persatu mulai hengkang dan tenggelam dimakan oleh waktu yang mulai bergeser dan siap untuk menjemput pagi tanpa kompromi, kulirik jam sudah menunjukan pukul 02:00 dini hari tapi aku belum juga dalam timangan mimpi, seperti biasanya setiap malam aku selalu berusaha menyisipkan waktu untuk membaca meski hanya beberapa lembar saja, aku memulai aktifitas rutinku itu berteman karya Asvi Warman Adam (Bung Karna Dibunuh Tiga Kali), ditengah-tengah aku mencoba menjama kedalaman makna dari buku yang sudah empat atau lima kali aku baca ini, tiba-tiba aku terusik dengan sebuah rasa yang membuat aku kehilangan konsentrasi dalam mengecap saripati nikmat isi buku yang berusaha aku pahami sejak tadi.

 

Sementara malam ini terasa lebih dingin tak seperti malam-malam sebelumnya, Aku berusaha menetralisir tapi rasa ini semakin menggebu membuat jantungku kian berdebar sama seperti ketika saat aku harus menyampaikan pidato perdanaku didepan umum ketika kelas I SMP dulu, rasa yang entah yang seolah terus membuat aku menjelma jadi aneh dan asing, rasa yang dinamakan oleh alam semesta ini dengan rindu, aku biarkan saja dengan berusaha menikmati meski terkadang terasa lara yang dalam sangat. Karna bahkan bagiku merinduimu terasa sudah seperti kewajiban ritual disetiap hariku, Rindu yang kita tanam pada pertemuan-pertemuan nyinyir tanpa nama, mengakar pada hasrat yang membawa kita kealam yang tak terjamah oleh siapapun, kubuka jendela kamar kostku membiarkan angin mulai menggilai, merasuk, dan menciumku. Nampaknnya penghuni langit sedang melangsungkan aktifitas sakral yang khidmat aku tak mau megusik.
 
Entahlah malam ini terasa lain, tidak akan kubiarkan berlalu begitu saja. Akan aku titip rindu ini pada cadar langit disana tidak akan ada batasan benar dan salah, kedalaman dimana kita pernah menanam rindu untuk kemudian kita nikamti disetiap alam lain mulai berkunjung ditempat yang kita sebut rasa, walau terkadang wangi sedap malam yang ungu membawa sesak yang menempatkanku kian ditampar rindu.
Pernahkah kau merasa laut mulai garang? atau saat kau merasa rembulan tak ramah lagi membagi sinarnya?. Perkara hati yang tak kita bagi pada siapapun bahkan untuk sekedar disebut oleh mulut. Hanya kitalah,,,, ku dan mu. Padamu yang terkasih yang tersimpan rapat, Kugambar rindu ini diatas kanvas langit, jika kau sempat maka warnailah, biarkan titik-titik membentuk gugusan bintang yang tersenyum berkilau mencium keningmu juga keningku kala kita sama-sama terlelap ditempat yang berbeda.
 
Buat percintaan kita yang ajaib
Semoga selamat dalam genggaman jarak yang terus beranak-pianak
Pada waktu yang entah kapan bertengger.
 

Neno Karlina Paputungan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.