Program Diversi Anak di Bawah Umur Mulai Diterapkan

0
122
Ilustrasi

BOLMONG,DETOTABUAN.COM— Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP3A) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) yang dikoordinir Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), mulai menyosialisasikan penerapan program diversi.

“Ya, program diversi bagi anak yang masih di bawah umur sudah mulai disosialisasikan ke masyarakat,” ungkap Kepala DP3A Bolmong Farida Mooduto melalui Kepala Seksie Kesejahteraan Anak Rahmawati Gumohung.

Ia memastikan, sudah ada pihak berwajib dalam hal ini memberlakukan diversi pada tindakan hukum anak di bawah umur. “Jadi, saya sebelumnya telah mengecek, dan dari salah satu pihak kepolisian yang masuk dalam P2TP3A Bolmong, pernah melakukan diversi terhadap pelaku yang masih di bawah umur,” ujarnya.

Dia menambahkan, pada prinsipnya, pihaknya menerima pengaduan dari pelapor dan kemudian akan ditindaklanjuti dengan melakukan sejumlah pendampingan.

“Kami ada kendaraan operasional diberi nama Moling atau mobil keliling perlindungan kekerasan perempuan dan anak. Kendaraan itu difungsikan untuk tindakan darurat saja, seperti trauma healing, KTP dan KTA. Bahkan, untuk operasi dikala bencana juga bisa, fokusnya menolong perempuan dan anak yang terdampak bencana,” aku dia.

Dia juga mengimbau agar masyarakat yang memiliki pengaduan agar melakukan pelaporan secepatnya, terutama yang menyangkut perempuan dan anak. “Penanganan aduan kami tertutama pendampingan pada tindakan kekerasan atau pun sengketa yang tidak bisa diselesaikan secara hukum. Seperti hak asuh anak dan lainnya, dengan status masih suami istri, kami lakukan pendampingan dengan cara negosiasi, dan mediasi,” jelasnya.

Diketahui, dikutip dari situs setkab.go.id, guna melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan Pasal 21 ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 Agustus 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Tahun.

Diversi atau pengalihan penyelesaian perkara Anak (telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun) dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana itu bertujuan untuk: a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak; b. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

“Setiap Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam memeriksa Anak wajib mengupayakan Diversi, dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana,” bunyi Pasal 3 ayat (1,2) PP tersebut.

Dalam hal Diversi tidak diupayakan walaupun syarat telah terpenuhi, menurut PP ini, demi kepentingan terbaik baik Anak, Pembimbing Kemasyarakatan (pejabat fungsional penegak hukum) dapat meminta proses Diversi kepada penegak hukum.

Proses Diversi, jelas PP ini, dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

“Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial dan/atau masyarakat,” bunyi Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 65 Tahun 2015 itu.

Proses Diversi itu wajib memperhatikan: a. Kepentingan korban; b. Kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. Penghindaran stifma negatif; d. Penghindaran pembalasan; e. Keharmonisan masyarakat; dan f. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Adapun hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b. Penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS); atau d. Pelayanan masyarakat.

Menurut PP ini, kesepakatan Diversi dapat dilakukan tanpa persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban, jika: a. Tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. Tindak pidana ringan; c. Tindak pidana tanpa korban; atau d. Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimun provinsi setempat.

Dalam hal kesepakatan Diversi mensyaratkan pembayaran ganti rugi atau pengembalian pada keadaan semula, menurut PP ini, kesepakatan Diversi dilakukan dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam Diversi, namun tidak boleh melebihi 3 (tiga) bulan.

“Hasil kesepakatan Diversi dituangkan dalam bentuk Surat Kesepakatan Diversi, yang harus ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri di wilayah tempat terjadinya perkara atau di wilayah tempat kesepakatan Diversi dibuat,” bunyi Pasal 9 PP tersebut seraya disebutkan, dalam hal proses Diversi tidak berhasil, maka proses peradilan Anak dilanjutkan.

Selama proses Diversi, menurut PP ini, Anak ditempatkan bersama orang tua/Wali, dan dalam hal Anak tidak memiliki orang tua/Wali maka Anak ditempatkan di LPKS. Meski demikian, dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi Anak, Anak yang memiliki orang tua dapat ditempatkan di LPKS. (Ind)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.